Jumat, 10 Juni 2011

Melepaskan Keangkuhan Kita (Motivasi)


karya wejangan-wejangan Ki Ageng Suryomentaram ini telah digunakan sebagai bahan skripsi/tesis/disertasi, antara lain oleh:
Dr. J. Darminta S.J. (disertasi di Universitas Gregoriana, Roma, 1980)
Drs. Darmanto Jatman (tesis Fakultas Pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta, 1985)
Drs. Josephus Sudiantara (skripsi Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1983)
Drs. A. Widyahadi Seputra (skripsi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, 1986)
Drs. Nur Satwika (skripsi Fakultas Sastra UNS, Surakarta, 1989).
Marcell Bonneff, peneliti dari Universitas Paris, telah mempelajari wejangan Ki Ageng ini secara lengkap dan kemudian menulis buku tentang hal ini dalam bahasa Perancis, berjudul "Ki Ageng Suryomentaram, Prince Et Philosophe Javanais".
Sayang, di masa sekarang, tulisan dan wejangan Ki Ageng ini sudah sukar didapatkan, baik dalam bahasa aslinya maupun yang sudah diterjemahkan.

BAGIAN I

Senang-Susah

orang menginginkan sesuatu, pasti ia mengira atau berpendapat bahwa "jika keinginanku tercapai, pasti aku bahagia dan senang selamanya; dan jika tidak tercapai pastilah aku celaka dan susah selamanya".
Pendapat di atas itu teranglah keliru.
Bukankah sudah beribu-ribu keinginan yang tercapai, namun tetap saja tidak bahagia, melainkan senang sebentar, kemudian susah lagi?
Juga sudah beribu-ribu keinginan yang tidak tercapai, namun juga tetap saja tidak celaka, melainkan bersusah hati sebentar kemudian senang kembali.

Misalnya orang berhasrat keras untuk kawin. Ia merasa: "Jika si Anu itu menjadi suami/isteriku, aku pasti bahagia." Dibayangkannya: "Jodohku itu akan kugandeng selama tiga tahun tanpa kulupakan." Tetapi bila hasrat kawinnya itu benar-benar terlaksana, ia pun tidak akan sungguh-sungguh bahagia, melainkan hanya senang sebentar dan kemudian susah lagi. Bahkan sering terjadi dalam perkawinan bahwa sesudah seminggu saja sudah terjadi pertikaian.

Kenyataannya ialah bahwa senang dan susah itu tidak berlangsung terus menerus. Sepanjang hidup manusia sejak masa kanak-kanak sampai tua, ia belum pernah mengalami senang selama tiga hari tanpa susah, atau mengalami susah selama tiga hari tanpa senang.

Mulur/meningkat

Yang menyebabkan senang ialah tercapainya keinginan. Keinginan tercapai menimbulkan rasa senang, enak, lega, puas, tenang, gembira. Padahal keinginan ini bila tercapai pasti mulur, memanjang, dalam arti meningkat. Ini berarti bahwa hal yang diinginkan itu meningkat entah jumlahnya entah mutunya sehingga tidak dapat tercapai dan hal ini akan menimbulkan susah. Jadi senang itu tidak dapat berlangsung terus-menerus.

Misalnya Andai orang itu sudah menjadi asisten, pasti keinginannya mulur dan ia ingin menjadi Bos. Kemudian setelah menjadi Bos, tentu keinginannya mulur lagi dan ia ingin menjadi bupati. Sekalipun sudah menjadi raja, ia kemudian ingin menjadi raja dari semua raja. Andaikata terlaksana menjadi raja dari semua raja, pasti hatinya berkata. "Ternyata menjadi raja dari semua raja itu tidak membuat aku bahagia, karena memerintah manusia itu ternyata bukan main banyak kesulitannya."

Jadi jelaslah bahwa lahirnya keinginan dalam usaha mencapai semat (kekayaan), derajat (kedudukan), kramat (kekuasaan), apabila sudah terlaksana pasti akan mulur. Maka senang itu tidak tetap sifatnya.

Mungkret (menyusut)

Demikian pula rasa susah pun tidak tetap. Karena susah itu disebabkan tidak tercapainya keinginan yang berwujud rasa tidak enak, menyesal, kecewa, tersinggung, marah, malu, sakit, terganggu dan sebagainya. Padahal keinginan itu bila tidak tercapai pasti mungkret (menyusut), dalam arti bahwa apa yang diinginkan itu berkurang baik dalam jumlah maupun mutunya, sehingga dapat tercapai, maka timbullah rasa senang. Jadi rasa susah itu tidak tetap.Bila keinginan yang mungkret ini masih tidak terpenuhi, pasti ia akan mungkret lagi. Mungkretnya keinginan ini baru berhenti bila dapat terpenuhi keinginan itu.

Contoh yang makin jelas lagi ialah bila seorang laki-laki ingin mempunyai seorang isteri, maka dipilihnya tentu yang cantik, masih perawan, kaya, keturunan priyayi, cerdas, berbakti, cermat, cinta suami dan seterusnya. Bila keinginan-keinginannya itu tidak terpenuhi, ia pun tidak benar-benar celaka, melainkan susah sebentar, kemudian senang kembali. Oleh karena keinginannya mungkret, maka rasanya, "Walaupun syarat pilihanku tidak terpenuhi semua, asal saja cantik wajahnya bolehlah" Jika yang cantik pun tidak diperolehnya, tentu keinginannya mungkret lagi: "Walaupun tidak cantik asal saja masih perawan" Bila ini pun tidak berhasil,mungkret lagi keinginannya "Walaupun seorang janda asal saja belum punya anak." Bila pilihan ini masih juga gagal, pasti keinginannya mungkret lagi: "Walaupun banyak anaknya, asalkan saja ia sehat" Bila keinginan ini pun tidak terpenuhi, pasti mungkret lagi keinginannya: "Walaupun cacad, asalkan berwujud orang" Padahal mencari isteri dengan syarat asal berwujud orang saja, pastilah tidak sukar, maka ia lalu merasa senang lagi. Dari sebab itulah penderita-penderita cacad, baik laki-laki atau perempuan, banyak yang bersuami/isteri.

BAGIAN II

Rasa Sama

hidup manusia di seluruh dunia ini sama saja, yakni pasti sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang, sebentar susah. Sekalipun orang kaya, miskin, raja, kuli, wali (aulia), bajingan, rasa hidupnya sama saja, ialah sebentar senang, sebentar susah.Yang sama adalah rasanya senang-susah, lama-cepatnya, berat-ringannya. Sedang yang berbeda adalah halnya yang disenangi/disusahi.

Umpama orang kaya senang dapat mendirikan pabrik dan orang miskin senang dapat mendirikan kendil (periuk nasi). Kesenangan kedua orang tadi pada hakekatnya sama. Seorang raja merasa senang bahwa ia dapat menyerbu sebuah kota lawannya, dan memboyong (membawa pulang) puteri. Sedangkan seorang kuli kereta-api merasa senang bila dapat menjelajahi gerbong-gerbong dan memboyong (mengangkat-angkat) koper. Kedua orang itu sama di dalam merasa senang. Seorang wali (orang sakti) merasa senang bila dapat terbang di angkasa, sedangkan seorang bajingan merasa senang pula dapat mencopet barang, kedua-duanya sama di dalam merasa senang.

Tetapi orang miskin sering beranggapan bahwa orang kaya itu tidak pernah susah. Anggapan demikian itu keliru, sebab diri orang kaya pun berisi keinginan yang bila tercapai pasti mulur.

Iri - Sombong

Iri adalah merasa kalah terhadap orang lain, dan sombong adalah merasa menang terhadap orang lain. Iri dan sombong inilah yang menyebabkan orang berusaha keras, mati-matian, berjungkir balik, untuk memperoleh semat (kekayaan), derajat (kedudukan) dan kramat (kekuasaan). Hatinya berkata: "Sebaiknya kucari uang sebanyak-banyaknya agar menjadi kaya seperti orang itu, dan jangan sampai miskin seperti orang ini; agar bisa mengejek orang ini dan jangan sampai diejek orang itu." 

Pandangan orang yang iri-sombong terhadap semua keadaan dan kejadian di dunia, terbalik-balik, tidak benar. Misalkan orang ingin memiliki sepeda motor, dari kerasnya keinginannya ia merasa "Benar-benar aku menderita bila tidak memiliki sepeda motor, kalau barang-barang lainnya tidak kuhiraukan." Maka jika dijumpainya seorang mengendarai sepeda, apalagi jika pengendara itu tetangganya yang dibencinya dan hendak dilebihinya, dan justru dirinya kini jatuh dikalahkan maka begitu ia mendengar suara "mbrum mbrum" bel sepeda itu, terkejutlah ia serentak. Pulang rumah dengan gelisah tidak bisa tidur, hatinya penasaran dan dijelekkannya lawannya, "Tidak heran si Anu itu memiliki sepeda motor, karena hidupnya tidak lumrah (lazim), bermuka tebal. Lain dengan aku ini yang tidak tega hati menyikut orang." Demikian pandangan orang terbalik-balik disebabkan rasa iri-sombong. Benarkah orang mengendarai sepeda motor itu sengaja membuatnya terkejut, gelisah? Tentu tidak!

Tenteram

Apabila orang mengerti bahwa rasa orang seluruh dunia sama saja, bebaslah ia dari penderitaan neraka irihati-sombong, kemudian bisa masuk sorga ketenteraman. Artinya dalam segala hal bertindak seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, semestinya dan sebenarnya. Ia akan dapat merasakan rasa hidup yang sebenar-benarnya, yaitu mesti sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang, sebentar susah.
Sebab ketika dihinggapi iri-sombong, orang tidak dapat merasakan rasa hidup yang sebenarnya. Dalam hal makan misalnya, walaupun setiap hari makan, orang tidak merasakan makanannya, tetapi yang dirasakan hanyalah makanan tetangga-tetangganya. Kemudian mengeluhlah ia, "Kalau si Anu itu memang senang hidupnya, makannya terjamin tiga kali sehari, sepiring penuh, lauk-pauknya enak-enak; berganti-ganti telur daging. Lain dengan diriku ini serba celaka, makannya tidak menentu, lauk-pauknya tidak lain tidak hanya garam sambel, paling mujur tempe. Bila ingin daging ayam, hanya mendapat pekerjaan membubuti (mencabuti) bulunya dan membersihkan isi perutnya."
Bilamana bebas dari siksaan neraka iri-sombong dan masuk ke dalam sorga ketenteraman, ia akan dapat menasihati dirinya sebagai berikut, "Lho, bagaimana ini, orang mau makan kok menggerutu. Makannya enak atau tidak, jika enak teruskanlah, jika tidak enak hentikanlah." Teranglah pandangannya, maka mengerti maksud tujuan orang makan yaitu enak (lezat) dan kenyang. Maksud tujuan ini sudah tercapai, karena tiap kali merasa Iapar, makanlah segala apa yang lazim dimakan orang, maka pasti enak, dan kalau banyak jumlahnya pasti kenyang.

BAGIAN III

Rasa Abadi

Keinginan itu bersifat sebentar mulur, sebentar mungkret, sebentar mulur, sebentar mungkret, rasanya sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang, sebentar susah. Pada hakekatnya keinginan itu langgeng (abadi), artinya sejak dulu sudah ada, kini pun ada, kelak pun selalu ada.

Sesal – Kuatir

Menyesal ialah takut akan pengalaman yang telah dialami. Khawatir ialah takut akan pengalaman yang belum dialami. Menyesal dan khawatir ini yang menyebabkan orang bersedih hati, prihatin, hingga merasa celaka.
Menyesal ini rasanya: "Andaikata dulu aku bertindak demikian, bahagialah sudah aku ini, tidaklah celaka begini." Menyesal ini ialah takut akan pengalaman masa lampau yang menyebabkannya jatuh celaka, susah selamanya dalam keadaan miskin, hina, lemah.
Bila orang mengerti bahwa manusia itu abadi, dapatlah ia menasehati dirinya sebagai berikut: "Walaupun dulu bagaimana saja, pasti rasanya sebentar senang sebentar susah." Kemudian lenyap penyesalan semacam tadi.

T a b a h (Bhs.Jawa: Tatag)

Apabila kita mengerti bahwa menusia itu abadi, keluarlah orang dari neraka menyesal-khawatir dan masuk surga ketabahan. Ini berarti berani menghadapi segala hal. Berani menjadi orang kaya atau miskin, menjadi raja atau kuli, menjadi wali (orang suci) atau bajingan. Karena ia mengerti bahwa kesemuanya itu rasanya pasti sebentar senang, sebentar susah. Teranglah pandangannya dan mengerti bahwa semua pengalaman itu tidak ada; yang mengkhawatirkan atau yang sangat menarik hati.

Pada pokoknya yang ditakuti itu adalah kesusahan, padahal orang tentu mampu menderitanya. Sudah terbukti beribu-ribu kesusahan yang dialami, ia mampu menderitanya. Kesusahan yang paling hebat adalah merasa sangat malu atau menderita sakit sangat berat. Sedangkan jika hanya sangat malu dan sangat sakit saja, pasti orang mampu menderitanya. Walaupun ia selalu mengeluh: "Rasa malu kali ini benar-benar melukai hatiku, aku tidak kuat menanggungnya. Itu lain dengan pengalaman-pengalaman yang lampau!" Tetapi bila lepas dari neraka menyesal-khawatir dan masuk surga ketabahan, orang dapat menuntut bukti pada diri sendiri yang sering bohong. "Malu yang mana yang kau tidak kuat menanggungnya? Kenyataan yang tengah dialami ini, benar menimbulkan rasa malu, benar-benar menyebabkan kau meringis sehingga kau benar-benar tidak berani keluar rumah menemui orang. Namun meskipun demikian kau tetap kuat menanggungnya juga."
Demikian pula di waktu sakit, orang mengeluh: "Sakitku kali ini benar-benar berat, benar-benar aku tidak kuat menanggungnya. Lain dengan sakit yang lampau!" Tetapi bila lepas dari sesal-khawatir serta masuk surga ketabahan, orang dapat menuntut bukti pada diri-sendiri yang biasa membohong: "Sakit yang manakah yang kau tidak kuat menderitanya? Kenyataan yang sedang dialami ini benar-benar sakit berat sehingga kau benar-benar merintih, namun meskipun demikian tetap kuat menanggungnya. Padahal betapapun hebatnya orang menderita sakit ia hanya
berakhir dengan mati."

======================================================
Ini sedikit ringkasan dari Kawrung Begja yang di tulis oleh Ki Ageng Suryomentaram



Tidak ada komentar: